BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Pendidikan
adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis yang sarat
dengan perubahan dan perkembangan. Dalam arti, pendidikan ini perlu terus menerus dilakukan perbaikan sebagai
antisipasi kepentingan masa depan. Untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas
diperlukan suatu pendukung kuat yaitu pendidikan yang bermutu. Dalam UUD 1945
disebutkan bahwa salah satu tujuan Negara Indonesia adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa, yaitu melalui pendidikan, dimana dengan pendidikan akan
dihasilkan generasi berkualitas yang akan berperan dalam pembangunan bangsa dan
negara dalam era globalisasi.
Pada
kurikulum 2013 disiratkan bahwa di tingkat sekolah menengah atas (SMA)
menghendaki penyelenggaraan pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA) yang tidak
berorientasi pada produk semata tetapi juga menekankan terhadap aspek proses
berbuat dan berfikir siswa. Hal ini bertujuan agar siswa dapat membangun dan
menemukan konsepnya sendiri berdasarkan fenomena alam yang diamati di dunia
nyata. Menurut Mulyasa (2006),
mata pelajaran kimia merupakan salah satu cabang dari IPA. Mata pelajaran kimia merupakan mata pelajaran yang wajib
bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), karena selama di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) belum diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri. Pengalaman
pendidikan yang sering dihadapi oleh guru – guru kimia di SMA adalah kebanyakan
siswa menganggap mata pelajaran kimia sebagai mata pelajaran yang sulit.
Sehingga tidak jarang siswa sudah terlebih dahulu merasa kurang mampu untuk
mempelajari kimia. Oleh karena itu, dalam proses
pembelajarannya perlu lebih menekankan pada bagaimana cara siswa mampu
menguasai konsep-konsep kimia, serta keterkaitan antara konsep yang satu dengan
lainnya secara utuh dan benar, sehingga konsep tertanam pada siswa bukan lagi
hafalan, melainkan hasil pemahaman dan dapat diterapakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut Tanjung, N ( 2007) bahwa ada beberapa hal yang
diduga menjadi penyebab kurangnya penguasaan materi kimia di SMA diantaranya;
siswa sering belajar dengan cara menghapal tanpa membentuk pengertian terhadapa
materi pelajaran, materi yang diajarkan sering kali mengambang sehingga siswa
tidak menemukan kunci untuk memahami materi yang dipelajari, guru kurang
berhasil menyampaikan konsep untuk menguasai materi yang diajarkan. Guru
sebagai pendidik , idealnya harus memperhatikan model/metode pembelajaran yang
tepat dalam penyampaian materi pembelajaran. Selain itu, guru harus mempunyai
pengetahuan yang luas sehingga mampu mengembangkan topik pelajaran dan akhirnya
siswa lebih mudah mengerti dan dapat memberikan hasil belajar yang optimum. Pemilihan
metode pembelajaran yang tepat merupakan tuntutan yang harus dipenuhi oleh
seorang pendidik. Penggunaan metode diperlukan agar penyampaian materi atau
bahan ajar tercapai dengan baik. Pembelajaran ini berkaitan dengan keberhasilan
proses belajar mengajar yang hasilnya akan menentukan prestasi yang akan
dicapai siswa. Oleh karena itu, dalam memilih metode pembelajaran, seorang guru
harus memperhatikan beberapa hal yaitu; kesesuaian metode pembelajaran dengan
tujuan dan bahan ajar; kesesuaian model pembelajaran dengan lingkungan
pendidikan.
Salah satu pembelajaran yang banyak melibatkan peran
aktif siswa adalah model pembelajaran kooperatif jigsaw. Belajar kooperatif dapat saling menguntungkan siswa
yang berprestasi rendah dengan siswa yang berprestasi tinggi. Siswa yang
berkemampuan lebih tinggi dapat menjadi tutor siswa yang berkemampuan lemah,
dengan demikian siswa yang berkemampuan tinggi akan lebih berkembang ketika
memberikan informasi kepada temannya, sedangkan siswa lemah mendapatkan masukan
dari siswa yang berkemampuan tinggi. Maka dalam kelompok tersebut akan
saling membantu dan saling melengkapi
sehingga hasil belajar yang optimum akan tercapai dan pembelajaran ini dapat
melatih keterampilan berkomunikasi siswa sehingga kecakapan sosial antar siswa
akan meningkat.
Menurut (Slavin,
2005:246) Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling
fleksibel. Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu variasi model
Collaborative Learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota
menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan
keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan
pemahaman seluruh anggota.
Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi yang
menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi
beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian.
Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam
belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain (Zaini, 2008:56). Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil
yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerja sama
positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu
dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompok lain (Anonim,2008).
Salah satu cara untuk memperoleh konsep
kimia dengan benar adalah dengan benar adalah dengan mengaktifkan seluruh panca
indera secara optimal, sehingga proses IPA yang sedang diamati dapat lebih utuh
direkam dalam mental siswa ataupun mahasiswa (Sidauruk, 2003). Seseorang
berinteraksi dengan objek dan lingkungannya dengan melihat, mendengar,
menjamah, mencium, dan merasakannya. Semakin banyak pancaindera yang dipakai
(penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan, dan sebagainya) dapat mengingat
90 %. Membaca saja mampu mengingat 20%, bila sambil mendengar 30 % yang
teringat, melihat 40 %, mengulangi lagi dengan menyebutkannya 50% dan
mempraktekannya menjadi 60%. Hal tersebut menunjukkan bahwa jika dilakukan
kombinasi-kombinasi maka akan terjadi akumulasi peningkatan daya ingat.
Laju reaksi merupakan pokok bahasan yang
dipelajari setelah termokimia. Kedua pokok bahasan ini saling terkait, karena
laju reaksi berhubungan erat dengan termokimia yang membahas kalor reaksi yang
juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Pada sub pokok bahasan faktor – faktor yang mempengaruhi
laju reaksi, dipelajari antaranya pengaruh konsentrasi, luas permukaan, suhu,
dan katalis terhadap laju reaksi. Topik ini dipelajari di kelas XI. Indikator
yang perlu dikuasai oleh siswa setelah mempelajari topik ini adalah siswa mampu
menjelaskan pengaruh konsentrasi, suhu, luas permukaan bidang
sentuh dan katalisator pada
laju reaksi, siswa mampu membuat
dan menafsirkan grafik dari data percobaan tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi, siswa mampu menyimpulkan
pengaruh konsentrasi, suhu, luas permukaan bidang
sentuh dan katalisator pada
laju reaksi berdasarkan hasil pengamatan, dan siswa mampu menuliskan laporan
hasil percobaan secara menyeluruh dan mengkomunikasikan.
Hasil wawancara dengan guru kimia SMA
Negeri 2 Sampit menunjukkan bahwa topik ini cenderung disampaikan dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional yang menekankan pada ceramah. Oleh
karena itu, peneliti mencoba melakukan percobaan dalam menyampaikan topik ini.
Dengan harapan supaya topik ini lebih menarik dan mampu meningkatkan pemahaman
konsep siswa.
Waktu yang diperlukan dalam satu kali
pertemuan untuk mata pelajaran kimia sub pokok bahasan faktor – faktor yang
mempengaruhi laju reaksi adalah 2 x 45 menit ( 2 jam pelajaran ). Dalam
mempelajari sub pokok bahasan ini, siswa diajak untuk bereksperimen untuk
menemukan kesimpulan dari empat faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi
tersebut. Selain itu, siswa diajak untuk dapat membuktikan konsep yang mereka
terima dari guru. Berdasarkan
pernyataan uraian di atas maka diajukan
penelitian tentang “Pengaruh Pelaksanaan Model Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap
Pemahaman Konsep Siswa Kelas XI IPA – 4 SMA Negeri – 2 Sampit Tahun Ajaran
2016/2017 Pada Pokok Bahasan Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi”.
1.2 Identifikasi
Masalah
Salah satu topik yang dipelajari
siswa di SMA adalah faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi yang meliputi
konsentrasi, luas permukaan bidang sentuh, suhu, dan katalis. Hasil wawancara
dengan guru SMA Negeri 2 Sampit pokok bahasan faktor – faktor yang mempengaruhi
laju reaksi hanya disampaikan dengan metode ceramah. Topik laju reaksi pada sub
pokok bahasan faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi dapat disampaikan
dengan melaksanakan percobaan, oleh karena itu agar topik tersebut dapat
disampaikan secara utuh diterima oleh siswa, maka sebaiknya disampaikan dengan
pelaksanaan model pembelajaran jigsaw. Penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh pelaksanaan model kooperatif tipe
jigsaw terhadap pemahaman konsep siswa.
1.3 Batasan Masalah
Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada pengaruh pelaksanaan model
kooperatif tipe jigsaw terhadap pemahaman konsep siswa kelas XI IPA-4 SMA
Negeri 2 Sampit tahun ajaran 2016/2017 tentang faktor – faktor yang
mempengaruhi laju reaksi.
1.4 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana Pengaruh Pelaksanaan Model Kooperatif
Tipe Jigsaw Terhadap Pemahaman Konsep Siswa Kelas XI IPA – 4 SMA Negeri – 2
Sampit Tahun Ajaran 2016/2017 Pada Pokok Bahasan Faktor – Faktor Yang
Mempengaruhi Laju Reaksi.
1.4
Tujuan
Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan Pengaruh Pelaksanaan Model Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Pemahaman Konsep Siswa
Kelas XI IPA – 4 SMA Negeri 2 Sampit Tahun Ajaran 2016/2017 Pada Pokok Bahasan
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi.
1.5 Manfaat
Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat untuk :
1.
Siswa,
memperoleh konsep yang benar dari pengalaman pengamatan melalui pelaksanaan
model jigsaw.
2.
Guru, dapat
menjadi referensi dalam merencanakan pembelajaran.
3.
Peneliti
selanjutnya, dapat dimanfaatkan sebagai sarana informasi dan bahan acuan untuk
penelitian lain yang lebih relevan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep
2.1.1 Pengertian Konsep
Konsep adalah abstraksi
dari fakta atau pengalaman manusia yang tidak mudah berubah karena keadaan.
Melalaui perbendaharaan konsep siswa diharapkan tidak sekedar untuk
memilikinya, tetapi diharapkan siswa dapat menggunakan konsep yang telah
dimilikinya untuk mengorganisasikan dan mengklasifikasikan pengalamannya untuk
memecahkan masalah yang dihadapinya (Arifin, 1995: 38). Banyak konsep-konsep
yang sudah kita peroleh, berkembang semasa kecil. Tetapi konsep-konsep itu
telah mengalami modifikasi atau perubahan disebabkan karena
pengalaman-pengalaman (Dahar, 1989: 81).
Menurut Ausubel (Dahar,
1989: 64) konsep-konsep dapat diperoleh dari formasi konsep dan asimilasi
konsep. Formasi konsep merupakan konsep dasar atau konsep konkrit yang dimiliki
oleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran sedangkan asimilasi konsep konkrit
yang dimiliki oleh siswa sebelum mengikuti pembelajaran sedangkan asimilasi
konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep-konsep yang baru selama
mengikuti pembelajaran dan sesudah mengikuti pembelajaran.
Belajar konsep
merupakan hasil utama dalam pendidikan. Konsep-konsep merupakan batu-batu pembangun berpikir dan dasar bagi
proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip. Konsep
diperoleh siswa dari kehidupan sehari-hari dan dari pelajaran yang dipelajari
di sekolah. Sehingga belajar konsep dapat disimpulakan adanya peristiwa
interaksi anatar guru dan murid menyampaikan suatu ide abstrak yang diterima
oleh siswa, sehingga ide itu selalu berkembang secara terus menerus (Dahar,
1989: 79).
Belajar konsep lebih
mudah dengan menggunakan paradigma selektif daripada paradigma respentif.
Penyajian bersamaan dari contoh-contoh dan noncontoh-noncontoh mengurangi
tuntutan pada memori. Bila paradigma respensif digunakan, pada subjektif
diperlihatkan suatu contoh dari konsep, contoh dihilangkan, lalu stimulus yang
lain disajikan. Subjek harus mengingat atribut- atribut dari contoh untuk dapat
memberikan respon pada stimulus yang baru tetapi, jika berbagai noncontoh
timbul, subjek mungkin lipa akan atribut-atribut dari contoh (Dahar, 1989: 84).
Pada materi pelajaran
terdapat berbagai aspek, antara lain: konsep, fakta, proses, nilai
keterampilan, bahkan juga terdapat sejumlah masalah-masalah yang ada kaitanya
dengan kehidupan masyarakat. Konsep adalah suatu idea atau gagasan atau suatu
pengertian yang umum (Harjanto, 2010: 220). Jadi, belajar konsep sangat penting
dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dalam Sistem
Pendidikan Nasional (UU RI, 2010: 220) yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Depdiknas, 2004: 8).
2.1.2 Pemahaman Konsep
Pemahaman pada suatu
konsep akan menambah daya abstraksi yang diperlukan dalam komunikasi. Pemahaman
pada suatu konsep sering digunakan untuk menjelaskan karakteristik konsep lain.
Sehingga makin banyak konsep dimiliki seseorang akan memberi kesempatan
kepadanya untuk memahami konsep lain yang lebih luas yang kan menjadi modal
guna memecahkan masalah disekitarnya (Arifin, M. 1995: 38). Hal ini sesuai
dengan salah satu tujuan dari pendidikan kimia yang tercantum di dalam
(Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004), yaitu diharapakan “siswa dapat memahami
konsep-konsep kimia dan saling
keterkaitanya dan penerapanya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan
sehari- hari dan teknologi”(Depdiknas, 2003: 8).
Menurut Asikin dalam
Novriansi (2004) pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi menjadikan
materi itu dipahami secara lebih komprehensif. Oleh karena itu, peserta didik
lebih mudah mengingat materi itu apabila yang dipelajari merupakan pola yang
berstruktur. Dengan memahami konsep dan struktur akan mempermudah terjadinya
transfer. Dengan kata lain pemahaman konsep yaitu pembelajaran lanjutan dari
penanaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep.
Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian. Pertama, pemahaman konsep
merupakan bagian dari konsep awal, sedangkan yang kedua, merupakan bagian dari
penemuan konsep baru.
Pemahaman konsep
diperoleh melalui proses belajar yang merupakan proses kognitif dengan
melibatkan tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses
tersebut adalah: (a) meperoleh informasi baru, (b) transformasi informasi, dan
(c) menguji relevansi dan ketetapan pengetahuan (Dahar, 1989). Oleh karena itu,
pemahaman konsep sangat penting dan sangat diharapkan dalam proses
pembelajaran.
2.1.3 Perubahan
Konsep
Menurut Poner dalam Suparno (1997), dalam proses
pembelajaran terdapat dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi. Di dalam
asimilasi peserta didik menggunakan konsep yang telah ada untuk menghadapi
gejala baru dengan suatu perubahan kecil yang berupa penyesuaian, sedangkan
akomodasi merupakan perubahan konsep secara radikal. Supaya terjadi perubahn
konsep secara radikal, dibutuhkan beberapa keadaan dan syarat sebagai berikut.
1.
Harus ada
ketidakpuasan terhadap konsep yang ada.
2.
Konsep yang baru
harus dapat dimengerti, rasional, dan dapat memecahkan persoalan atau fenomena
baru.
3.
Konsep yang baru
harus masuk akal, dapat memecahkan dan menjawab persoalan yang terdahulu dan
juga konsisten dengan teori – teori atau pengetahuan yang ada sebelumnya.
4.
Konsep yang baru harus
berdaya guna bagi perkembangan penelitian dan penemuan yang baru.
Perubahan
konsep juga dikemukakan oleh Carey, perubahan ini ditandai dengan perubahan
konsep lama dan perluasan konsep tanpa ada pengubahan konsep lama (Suparno,
1997). Perubahan konsep merupakan proses perkembangan pengetahuan yang secara
terus menerus. Proses perubahan ini terjadi bila siswa aktif berinteraksi
dengan lingkungan belajarnya.
2.2 Pengertian Pengaruh
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2005: 849), “Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul
dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau
perbuatan seseorang.” Sementara itu, Surakhmad (1982:7) menyatakan bahwa
pengaruh adalah kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga
gejala dalam yang dapat memberikan perubahan terhadap apa-apa yang ada di
sekelilingnya.
Pengertian
pengaruh menurut para ahli, yaitu:
Menurut Wiryanto:
pengaruh adalah seseorang yang memiliki kelebihan untuk mempengaruhi seseorang,
biasanya memiliki nilai lebih dibanding orang lain yang dapat dilakukan oleh
tokoh formal, yaitu tokoh resmi yang ditunjuk untuk menjadi orang berpengaruh
maupun informal yang dengan kelebihannya sendiri ia dipilih oleh sebagian orang
dengan sukarela.
Menurut Norman Barry pengaruh
merupakan bagian dari kekuasaan yang dapat mendorong orang lain untuk bertindak
seperti yang mempengaruhi walaupun tidak ada sanksi yang menyertainya.
Menurut Surakhmad pengaruh
merupakan suatu kekuatan yang dimunculkan dengan sengaja dari seseorang atau
dari suatu benda sehingga dapat memunculkan suatu perubahan reaksi terhadap
segala sesuatu yang ada di sekeliling yang berpengaruh.
Dari
pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh merupakan suatu
daya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu, baik itu orang maupun benda serta
segala sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi apa-apa yang ada di
sekitarnya. Jadi, pengaruh adalah hasil dari sikap yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok dikarenakan seseorang atau kelompok tersebut telah
melakukan dan menjalankan kewajibannya terhadap pihak memintanya untuk
menjalankan kewajiban tersebut. Oleh karena itu, kekuasaan dan pengaruh
mempunyai hubungan yang sangat erat. Yaitu apabila seseorang mempunyai
kekuasaan maka dia dapat mempengaruhi pihak lain untuk menjalankan kehendaknya,
seperti apa yang diinginkan oleh “penguasa” tersebut dan “pengaruh” apa yang
mungkin timbul.
2.3 Pembelajaran Kooperatif
2.3.1.
Pengertian
Pembelajaran Kooperatif
Cooperative
mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama (Hamid
Hasan, 1996). Dalam kegiatan kooperatif, siswa secara individual mencari hasil
yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Jadi, belajar kooperatif
adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa
bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya
dalam kelompok tersebut (Johnson, et al., 1994; Hamid Hasan, 1996).
Pembelajaran kooperatif adalah
model mengajar dengan mengelompokkan
siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Pada kelompokkelompok kecil tersebut
terdiri atas siswa-siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda, siswa
menggunakan sejumlah kegiatan belajar untuk mengembangkan pemahaman terhadap
suatu konsep atau sub konsep (Sutanto, 2001).
Pembelajaran
kooperatif adalah
suatu model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaborasi yang beranggotakan empat orang untuk
menguasai materi yang disampaikan oleh guru (Slavin, 2008 : 8).
Pembelajaran
kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim
untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan
sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya (Suherman, 2003 : 260). Bukan
pembelajaran kooperatif jika siswa duduk bersama dalam kelompok-kelompok kecil
dan seluruh kelompok. Pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman
sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan
atau membahas sebuah masalah tugas. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning)
adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil
siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar” (Nurhadi, 2004: 112).
Pada dasarnya cooperative learning
mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja
atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja
sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning
juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana
kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. Dalam pembelajaran menggunakan cooperative learning,
pengembangan kualitas diri siswa terutama aspek afektif siswa dapat dilakukan
secara bersama-sama. Suasana belajar yang berlangsung dalam interaksi yang
saling percaya, terbuka, dan rileks di antara anggota kelompok memberikan kesempatan
bagi siswa untuk memperoleh dan memberri masukan di antara mereka untuk
mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang
ingin dikembangkan dalam pembelajaran.
Siswa
dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, maka perlu diajari
keterampilan-keterampilan kooperatif sebagai berikut (Nurhadi, 2004: 35) : Pertama, berada dalam tugas;
siswa tetap berada dalam kerja kelompok, menyelesaikan tugas yang menjadi
tanggung jawabnya sampai selesai dan bekerja sama dalam kelompok sesuai dengan
kesepakatan kelompok, ada kedisiplinan tersebut, siswa akan menyelesaikan
tugasnya dalam waktu yang tepat dengan ketelitian yang baik. Kedua, membagi giliran dan
tugas; siswa bersedia menerima tugas dan membantu menyelesaikan tugas. Keterampilan
ini penting karena kegiatan akan selesai pada waktunya dan kelompok akan lebih
bangga terhadap peningkatan efektifitas dalam mempersiapkan tugas-tugas yang
diemban. Ketiga,
mendorong partisipasi; siswa memotivasi teman sekelompok untuk memberikan
kontribusi terhadap tugas kelompok. Hal ini penting karena anggota kelompok
akan merqasa bahwa mereka amat dibutuhkan, dan mereka juga merasa dihargai yang
selanjutnya akan menumbuhkan rasa percaya diri. Keempat,
mendengarkan dengan aktif; siswa mendengarkan dan menyerap informasi yang
disampaikan teman dan menghargai pendapat dari teman. Keterampilan ini penting
sebab mendengarkan secara aktif berarti memberikan perhatian kepada yang sedang berbicara, sehingga anggota
kelompok yang menjadi pembicara akan merasa senang dan akan menambah motivasi
belajar bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. Kelima,
bertanya; keterampilan bertanya yang dimaksud adalah siswa menanyakan informasi
atau penjelasan lebih lanjut dari teman sekelompok, jika tidak ada pemecahan
maka tiap anggota kelompok wajib mencari pustaka yang mendukung, jika tidak
terselesaikan baru bertanya kepada guru.
Kesimpulan dari beberapa pengertian di atas bahwa
model pembelajaran kooperatif adalah suatu kumpulan strategi pembelajaran
dimana siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil agar dapat lebih mudah
menemukan atau memahami konsep-konsep yang sulit melalui diskusi.
2.3.2.
Ciri-Ciri
Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran
kooperatif menurut Ibrahim dkk. (2006 : 6) memiliki ciriciri sebagai berikut:
(1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya; (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah; (3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku, dan jenis kelamin
berbeda-beda; (4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.
Sedangkan tiga konsep
sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif menurut Nur (2005 :
3) adalah sebagai berikut : (1) Penghargaan kelompok; pembelajaran kooperatif
menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok.
Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapi kriteria yang telah
ditentukan oleh penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan
hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling
peduli. (2) Pertanggungjawaban individu; keberhasilan kelompok tergantung dari
semua anggota kelompok.
Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota
kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara
individu juga menjadikan seiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugastugas
lainnya tanpa bantuan teman sekelompoknya. (3) Kesempatan yang sama untuk
mencapai keberhasilan; pembelajaran kooperatif metode skoring yang mencakup
nilai perkembangan berdasarkan
peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan
menggunakan metode skoring ini baik yang berprestasi rendah, sedang atau tinggi
sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik pada
kelompoknya.
Roger
dan David Johnson menyatakan bahwa ”untuk mencapai hasil yang maksimal perlu
diterapkan unsur-unsur pembelajaran kooperatif”. Unsurunsur model pembelajaran
kooperatif meliputi ”saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses
kelompok” (Anita Lie, 2002 : 30). Kelima unsur tersebut akan dijabarkan sebagai
berikut: Pertama,
saling ketergantungan positif ; pengajar perlu menciptakan kelompok kerja yang
efektif dalam pembelajaran.Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif ini
perlu disusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus
menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa menyelesaikan tugasnya
sendiri dan lainnya bisa mencapi tujuan mereka. Dalam Jigsaw Aronson menyarankan
jumlah anggota kelompok dibatasi sampai empat orang anggota saja dan keempat
orang tersebut berkumpul dan bertukar pikir informasi. Selanjutnya guru
mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian. Dengan cara ini mau tidak mau
setiap anggota merasa bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugasnya agar yang
lain bisa berhasil. Kedua,
Tanggung jawab perseorangan; tanggung jawab perseorangan merupakan akubat lain
dari unsuryang pertama. Jika tugas dan
pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap
siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Kunci
keberhasilan metode ini adalah kesiapan guru dalam penyusunan tugasnya. Ketiga, tatap muka; setiap kelompok
harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan
interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi ynag
menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan,
memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. Keempat, komunikasi antar
anggota; pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi sebelum menugaskan
siswa dalam kelompok. Tidak semua siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan
kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Kelima, evaluasi proses
kelompok; pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok, untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya
bisa bekerjasama dengan lebih efektif.
Unsur-unsur
dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : (1) siswa dalam
kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka ”sehidup sepenanggungan bersama”,
(2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti
milik mereka sendiri, (3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam
kelompoknya memiliki tujuan yang sama, (4) siswa haruslah membagi tugas dan
tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya, (5) siswa akan
dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah atau penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok, (6) siswa berbagi kepemimpinan dan
mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya,
(7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang
ditangani dalam kelompok kooperatif (Ibrahim, 2000 : 6).
2.4 Model
Kooperatif Jigsaw
2.4.1 Pengertian Model
Pembelajaran Jigsaw Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot
Arronson dan rekan-rekannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin
dan kawan-kawan di Universitas John Hopkin (Sugianto, 2010:45).
Jigsaw
adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel (Slavin,
2005:246). Model pembelajaran Jigsaw merupakan salah satu variasi model
Collaborative Learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota
menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan
keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan
pemahaman seluruh anggota.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota
dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi
belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam
kelompoknya (Sudrajat, 2008:1). Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi yang
menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi
beberapa bagian dan materi tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian.
Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh peserta didik dalam
belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain (Zaini,2008.)
2.4.2 Penerapan Model
Pembelajaran Jigsaw Pada pembelajaran model Jigsaw para siswa bekerja dalam tim
yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab
atau unit, dan diberikan lembar ahli yang terdiri atas topik-topik yang berbeda
yang harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka
membaca. Setelah semua peserta didik selesai membaca, siswa dari tim berbeda
yang mempunyai fokus topik sama bertemu dalam kelompok ahli untuk menentukan
topik mereka. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara
bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Selanjutnya para siswa menerima penilaian yang
mencakup seluruh topik dan skor kuis akan menjadi skor tim. Skor-skor yang
dikontribusikan para siswa kepada timnya didasarkan pada sistem skor
perkembangan individual dan para siswa yang timnya meraih skor tertinggi akan
menerima sertifikat atau bentuk-bentuk rekognisi tim lainnya. Dengan demikian
para siswa termotivasi untuk mempelajari materi dengan baik dan untuk bekerja
keras dalam kelompok ahli mereka supaya dapat membantu timnya melakukan tugas
dengan baik.
Tahapan-tahapan penerapan pembelajaran model Jigsaw adalah sebagai berikut:
Tahapan-tahapan penerapan pembelajaran model Jigsaw adalah sebagai berikut:
·
Pilihlah materi belajar
yang dapat dipisah menjadi bagian-bagian. Sebuah bagian dapat disingkat seperti
sebuah kalimat atau beberapa halaman.
·
Hitung jumlah bagian
belajar dan jumlah peserta didik. Dengan satu cara yang pantas, bagikan tugas
yang berbeda kepada kelompok peserta yang berbeda.
·
Setelah selesai, bentuk
kelompok Jigsaw Learning. Setiap kelompok ada seorang wakil dari
masing-masing kelompok dalam kelas.
·
Kemudian bentuk
kelompok peserta didik Jigsaw Learning dengan jumlah sama.
2.5 Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Laju Reaksi
Pengalaman
menunjukan bahwa serpihan kayu terbakar lebih cepat daripada balok kayu, hal
ini berarti bahwa laju reaksi yag sama dapat berlangsung dengan kelajuan yang
berbeda, bergantung pada keadaan zat pereaksi. Dalam bagian ini akan dibahas
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Pengetahuan tentang hal ini
memungkinkan kita dapat mengendalikan laju reaksi, yaitu melambatkan reaksi
yang merugikan dan menambah laju reaksi yang menguntungkan.
1.
Konsentrasi Pereaksi
Konsentrasi memiliki
peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab semakin besarkonsentrasi
pereaksi, maka tumbukan yang terjadi semakin banyak, sehingga menyebabkan laju
reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila semakin kecil konsentrasi pereaksi,
maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi
pun semakin kecil.
2.
Suhu
Suhu juga turut
berperan dalam mempengaruhi laju reaksi. Apabila suhu pada suatu rekasi yang
berlangsung dinaikkan, maka
menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi
semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu
diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin
kecil.
3.
Tekanan
Banyak reaksi yang
melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari pereaksi seperti itu juga
dipengaruhi tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil volume akan
memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi.
4.
Katalis
Katalis adalah suatu
zat yang mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami
perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam
reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan reaksi
berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat
perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur
pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi
yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
5.
Luas Permukaan Sentuh
Luas permukaan sentuh
memiliki peranan yang sangat penting dalam laju reaksi, sebab semakin besar
luas permukaan bidang sentuh antar partikel, maka tumbukan yang terjadi semakin
banyak, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu juga, apabila
semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil tumbukan yang
terjadi antar partikel, sehingga laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik
kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan
itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi; sedangkan semakin
kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis
Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis
penelitian deskriptif. Menurut Sukmadinata (Ardhana, 2008) penelitian
deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan
fenomena – fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan
manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan,
hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena
lainnya.
3.2 Defenisi
Operasional Penelitian
1. Pengaruh dalam konteks ini adalah
pengaruh perubahan konsep siswa melalui pendekatan pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw yang ditinjau dari hasil pretest, saat percobaan, dan post test siswa.
2. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang mengacu pada belajar kelompok
siswa, dimana siswa ditempatkan ke dalam tim beranggotakan 6-7 orang
menggunakan pola kelompok asal dan kelompok ahli.
3. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw meliputi pemberian tes awal disebut pretest yang mencakup konsep
faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi, hal ini bertujuan untuk
mengetahui pengetahuan awal dan pengetahuan siswa terhadap konsep yang akan
diajarkan. Pemberian sub pokok bahasan faktor – faktor yang mempengaruhi laju
reaksi menggunakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw. Saat percobaan bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam
mengamati dan membuat kesimpulan dari data hasil percobaan. Pemberian post test
untuk mengetahui kemampuan akhir setelah siswa setelah mengalami proses
belajar.
3.3 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA -4 dengan
berjumlah 27 orang.
3.4 Tahap – Tahap Penelitian
Prosedur penelitian secara garis besar dilakukan melalui beberapa
tahapan, sebagaimana dipaparkan di bawah ini.
3.4.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini meliputi perijinan,
observasi sekolah, pelaksanaan pembelajaran, penyusunan instrumen penelitian.
Penjelasan setiap tahap persiapan adalah sebagai berikut :
1)
Perijinan
Perijinan kegiatan penelitian diawali
dengan pengajuan kepada Dekan FKIP UNPAR yang diketahui oleh Ketua Program
Studi Pendidikan Kimia dan Ketua Jurusan Pendidikan MIPA. Kemudian dilanjutkan
ke Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga (Dikpora) Palangka Raya hingga keluar
surat ijin. Surat ijin ini dugunakan sebagai pengantar ke tempat penelitian
yaitu SMA Negeri 2 Sampit.
2)
Observasi
Tahapan berikutnya adalah observasi ke
sekolah tempat dilakukannya penelitian. Observasi bertujuan untuk mengetahui
keadaan sekolah, kurikulum yang digunakan dan bagaimana proses belajar mengajar
yang terjadi di sekolah sasaran, terutama di kelas XI IPA yang akan dijadikan
sampel penelitian. Setelah melakukan observasi sekolah tahap selanjutnya adalah
penyusunan skenario pembelajaran untuk sub pokok bahasan faktor – faktor yang
mempengaruhi laju reaksi. Langkah – langkah pembelajaran disesuaikan dengan
acuan dan karakteristik model yang akan digunakan dalam pembelajaran.
3)
Penyusunan instrumen penelitian
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini berupa soal tes pemahaman konsep yang diberikan pada siswa
sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) pembelajaran berlangsung. Instrumen
dikembangkan sesuai dengan indikator dan mengacu pada KTSP, terlihat pada Tabel
3.1.
No.
|
Standar
Kompetensi
|
Kompetensi
Dasar
|
Indikator
|
1
|
Memahami
kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,
serta penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari dan industri.
|
Mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan
percobaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
|
1.1 Menentukan pengaruh luas
permukaan terhadap laju reaksi
|
1.2 Menentukan pengaruh konsentrasi terhadap
laju reaksi
|
|||
1.3 Menentukan pengaruh suhu terhadap laju
reaksi
|
|||
1.4 Menentukan pengaruh katalis terhadap laju
reaksi
|
Instrumen penelitian divalidasi oleh dua
orang rater yaitu dua Dosen Pendidikan Kimia yang diketahui oleh Ketua Program
Studi Pendidikan Kimia FKIP UNPAR. Instrumen divalidasi dengan melakukan
validasi isi terhadap soal tes pemahaman konsep yang diberikan pada siswa
sebelum (pretest) dan sesudah (posttest) berdasarkan indikator pembelajaran dan
berdasarkan hasil validasi instrumen dinyatakan valid dan layak digunakan
sebagai alat pengumpul data. Validasi isi adalah validitas yang ditilik dari
segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar yaitu sejauh mana
tes hasil belajar sebagai alat pengukur hasil belajar peserta didik , isinya
telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau
bahan pelajaranyang seharusnya diteskan atau diujikan (Sujiono, 2005). Hasil
validasi tes isian (dikategorikan soal komunikatif dan sesuai indikator).
Penilaiannya dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Kompetensi Dasar
|
Instrumen
|
Butir Soal
|
Hasil
Validasi
|
|
Rater 1
|
Rater
2
|
|||
Skor
|
Skor
|
|||
Mendeskripsikan pengertian laju reaksi
dengan melakukan percobaan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju
reaksi.
|
Pretest
|
A. 1,
2, 3, 4
|
2
|
2
|
B.
1, 2, 3
|
2
|
2
|
||
C. 1, 2, 3, 4
|
2
|
2
|
||
D.
1, 2, 3, 4
|
2
|
2
|
||
Kesimpulan
|
2
|
2
|
||
Saat
Percobaan
|
1
|
2
|
2
|
|
2
|
2
|
2
|
||
3
|
2
|
2
|
||
4
|
2
|
2
|
||
Kesimpulan
|
2
|
2
|
||
Post
test
|
1
|
2
|
2
|
|
2
|
2
|
2
|
||
3
|
2
|
2
|
||
4
|
2
|
2
|
||
Kesimpulan
|
2
|
2
|
Hasil
ini menjelaskan bahwa instrumen sesuai dengan tujuan dan layak digunakan,
selanjutnya dilakukan simulasi pada kelas XI IPA-3 tujuannya digunakan untuk
mengetahui apakah kegiatan yang dilakukan dapat dilaksanakan dengan baik
apabila terjadi kesalahan tersebut diperbaiki pada saat pengambilan data oleh
peneliti.
3.4.2 Tahap Pengumpulan data
Tahap penelitian ini dilaksanakan
meliputi tiga tahap yaitu pada saat sebelum pembelajaran(pretest), saat
percobaan, dan sesudah pembelajaran berlangsung (posttest). Data post test
diperoleh sebelum melaksanakan percobaan dan diskusi dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Proses pembelajaran dilakukan pada sub
pokok bahasan faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Adapun uji
pelaksanaan adalah sebagai berikut :
1.
Sebelum pembelajaran, dilakukan dengan
memberikan tes awal yang mencakup konsep faktor – faktor yang mempengaruhi laju
reaksi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan memprediksi siswa tentang
faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Waktu pelaksanaan tes dilakukan
selama 15 menit, yang diikuti oleh 27 siswa. Saat tes siswa bekerja sendiri dan
tidak ada yang membuka buku sehingga hasil tes merupakan konsep awal yang
dimiliki siswa sesuai dengan pemahaman dan pengetahuan awal siswa tentang
faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
2.
Saat Percobaan, dilakukan dengan
memberikan LKS yang mencakup konsep faktor – faktor yang mempengaruhi laju
reaksi. Hal ini bertujuan untuk menjawab prediksi siswa pada saat pretest dan
untuk mengetahui kemampuan mengamati dan menyimpulkan data hasil percobaan
tentang pengaruh luas permukaan, konsentrasi, suhu, dan katalis terhadap laju
reaksi. Siswa dibagi menjadi 4 kelompok dalam satu kelompok terdiri dari 6-7
orang dengan kemampuan yang beragam (kemampuan atas, sedang, dan bawah).
Penentuan siswa berkemampuan atas, sedang, dan bawah berdasarkan hasil
wawancara dengan guru bidang studi kimia kelas XI IPA-4 SMA Negeri 2 Sampit.
Berikut disajikan komposisi kelompok berdasarkan kemampuan siswa (atas, sedang,
dan bawah). Pada Tabel 3.3.
Tabel
3.3
Komposisi
Kelompok Percobaan Berdasarkan Kemampuan
(Atas,
Sedang, dan Bawah)
Kelompok
Percobaan
|
Jumlah
Siswa
|
||
KA
|
KS
|
KB
|
|
I
|
2
|
2
|
3
|
II
|
2
|
1
|
3
|
III
|
1
|
3
|
2
|
IV
|
2
|
2
|
2
|
Pelaksanaan percobaan dilakukan
selama 45 menit atau 1 jam pelajaran yang diikuti oleh 27 siswa. Saat mengisi
LKS siswa bekerja sendiri sehingga hasil saat pelaksanaan percobaan merupakan
konsep yang dimiliki siswa sesuai dengan pengamatan selama percobaan.
3.
Setelah pembelajaran dilakukan postest
dengan memberikan serangkaian pertanyaan tentang faktor – faktor yang
mempengaruhi laju reaksi. Post test diberikan setelah diskusi yang dilakukan
selama 15 menit Posttest ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa setelah
mendengar penjelasan dari kelompok ahli pada saat diskusi mengenai pengaruh
konsentrasi, suhu, luas permukaan, dan katalis terhadap laju reaksi. Tes
dilakukan selama 15 menit, yang diikuti oleh 27 siswa. Siswa bekerja sendiri
sehingga hasil postest merupakan konsep yang dimiliki siswa sesuai dengan hasil
diskusi setelah melaksanakan percobaan.
3.4.3 Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian dijaring setelah tes
tertulis bentuk isian. Langkah pengambilan data tes tertulis dilakukan peneliti
dengan memberikan tes pada siswa sebelum pembelajaran (pretest), saat
percobaan, dan setelah pembelajaran (postest).
3.4.4 Tahap Analisis Data
Setelah data hasil pretest, saat
percobaan, dan posttest terkumpul, maka peneliti menganalisis data untuk
mendeskripsikan bagaimana pengaruh model pembelajaran koopeartif jigsaw
terhadap pemahaman konsep siswa tentang faktor – faktor yang mempengaruhi laju
reaksi.
3.4.5 Penarikan Kesimpulan
Pada tahap ini peneliti mengambil
kesimpulan dari hasil analisis data pada pretest, saat percobaan, dan postest.
3.5 Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan
pada penelitian ini yaitu :
Data tes kemampuan siswa berupa
hasil pretest, saat percobaan dan postest dianalisis secara deskriptif. Melalui
cara ini diperoleh pola respon siswa dan kesalahan yang dominan dilakukan siswa
pada setiap tahap (tahap awal kegiatan dan akhir kegiatan pembelajaran)
sehingga dapat dilaporkan perubahan konsepsi siswa.
3.6 Uji
coba pelaksanaan
Sebelum dilakukan pelaksanaan
penelitian yang sesungguhnya, maka dilakukan uji coba terlebih dahulu. Uji coba
dilakukan pada siswa yang telah memperoleh materi yaitu siswa kelas XI IPA-3.
Uji coba pada siswa kelas XI IPA-3 dilakukan uji coba instrumen, bertujuan
untuk melihat alokasi waktu, ketidakterbacaan soaldan untuk mengetahui apakah
tahapan – tahapan pembelajaransudah terlaksana dengan baik atau tidak, serta
agar peneliti mengetahui kendala – kendala apa saja yang dihadapi dalam
pembelajaran sehingga diharapkan dapat diatasi sebelum penelitian dilaksanakan.
Dari hasil simulasi diketahui bahwa
waktu yang diberikan untuk mengerjakan instrumen penelitian saat pretest (15
menit), saat percobaan (1x45 menit), diskusi (15 menit), dan postest (15 menit)
cukup dan dapat dikerjakan oleh siswa, dan kegiatan dapat berjalan dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar